Dukungan Keluarga untuk Kesehatan Mental Pekerja

Seorang pekerja melakukan tugas-tugas yang diberikan oleh perusahaan sesuai dengan kewajiban dan wewenang yang ditetapkan. Dalam menjalankan tugas, para pekerja menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan atau tantangan yang perlu diatasi. Misalnya kurang tersedianya informasi untuk menuntaskan pekerjaan, perlengkapan kerja yang terbatas, instruksi kerja yang tidak jelas dari pimpinan, komunikasi dengan rekan yang kurang lancar, atau beban kerja yang sangat banyak. Masalah-masalah tersebut membutuhkan sejumlah kemampuan dari dalam diri pekerja seperti identifikasi masalah, daya analisa masalah, pengambilan keputusan, keterampilan interpersonal, stabilitas emosi, kepercayaan diri, kepemimpinan, ataupun kesiapan dalam menghadapi perubahan. Semua itu merupakan faktor pendukung yang bersumber dari dalam diri yang perlu dimiliki oleh pekerja. Pekerja yang memiliki kapasitas tersebut akan merasa lebih mudah mengatasi tantangan dalam pekerjaannya. Namun pekerja yang kurang memiliki sumber daya tersebut akan lebih sulit menemukan jalan keluar.

Sumber daya personal bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan pekerja dalam menunjukkan kinerja yang baik. Sumber daya yang berasal dari lingkungan juga sangat mempengaruhi produktivitas dan kesehatan mental pekerja. Lingkungan dapat berarti rekan kerja, atasan, bawahan, pelanggan, atau keluarga. Orang-orang yang berada di lingkungan kerja akan memberi pengaruh langsung kepada pekerja dalam memecahkan masalah pekerjaannya. Sedangkan keluarga merupakan pihak yang meskipun mempengaruhi secara tidak langsung namun memiliki peran yang sangat menentukan. Keluarga dapat berarti pasangan (suami atau istri), anak-anak, orangtua, atau saudara kandung. Keluarga berperan memberi dukungan kepada pekerja dalam berbagai bentuk. Misalnya dukungan informasi, emosional, instrumental dan pendampingan. Dukungan informasi berarti keluarga membantu pekerja memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Misalnya saran, nasehat dan umpan balik terhadap kinerja atau perilaku yang ditunjukkan pekerja. Dukungan emosional berarti dukungan yang bertujuan memberi rasa tenang, rasa aman dan meningkatkan kepercayaan diri pekerja atas apa yang dialaminya. Misalnya menenangkan saat mengalami kegagalan atau memberi penguatan atas apa yang telah dilakukan. Dukungan instrumental dapat berupa fasilitas atau material yang dibutuhkan pekerja dalam menjalankan tugasnya. Misalnya uang, alat yang digunakan untuk bekerja, memberikan tumpangan, dan sebagainya. Dukungan pendampingan berarti adalah kesediaan keluarga untuk menemani atau menghabiskan waktu bersama pekerja di luar jam kerja. Misalnya mengisi waktu luang bersama, menemani ke suatu tempat untuk berlibur dan sebagainya.

Dukungan seperti yang disampaikan di atas sangat berharga bagi pekerja untuk dapat meringankan beban dalam bekerja. Dengan dukungan yang diterima dari keluarga pekerja mendapatkan bantuan untuk memecahkan masalah, mampu mengelola emosi dan mengambil keputusan yang rasional dan tepat, serta memiliki sarana untuk menjalankan tugas sesuai dengan yang diharapkan. Dukungan dari keluarga dapat menurunkan tingkat stres, mengatasi kecemasan, meningkatkan efektivitas kerja, meningkatkan kepuasan kerja, serta meningkatkan keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan pada pekerjaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dukungan keluarga dapat meningkatkan kesehatan mental pekerja.

Untuk meningkatkan kesehatan mental para pekerja, disarankan kepada perusahaan agar memberi perhatian pada kualitas kehidupan keluarga karyawannnya. Dapat dilakukan dengan memberikan edukasi pada keluarga untuk lebih memberikan dukunggan kepada karyawan, menyelenggarakan kegiatan family gathering, dan memfasilitasi karyawan untuk memberikan perhatian pada keluarganya. Kepada karyawan dapat disarankan untuk lebih terbuka dalam meminta dukungan kepada keluarga. Hal ini dapat dilakukan dengan bersikap lebih terbuka dalam menyampaikan kebutuhan pada keluarga dan meningkatkan kualitas hubungan dengan anggota keluarga.

Kata kunci: karyawan, dukungan keluarga, stres kerja, work-life balance

Sumber: Fatimah, P., Pasaribu, S.E. & Lubis, R. (2022). Pengaruh Dukungan Keluarga dan Stres Kerja terhadap Work-Life Balance pada Tenaga Kesehatan Keperawatan Wanita di RS kota Medan. Journal of Education, Humaniora and Social Science. Vol 5. NO 2.

Knowledge Transfer – Meaning, Barriers and its Characteristics

Introduction

Organizations indulge nowadays in alliances, collaborations and partnerships. All this require transfer of knowledge, especially, knowledge related to strategies, technologies and best practices to improve the network cooperation. Research studies attempt to obtain inferences from these transfer processes so as to understand more about the characteristics of knowledge transfer.

Barriers to Knowledge Transfer

To understand more about knowledge transfer, it is essential to know about the barriers to transferring best practices in an organization. There is a need to develop a model for the process in which knowledge is transferred, and the obstacles in the different stages of the process can be studied. The critical hurdles to knowledge transfer are as below:

  • Receiver of the knowledge has shortage of absorptive capacity
  • Characteristics of the knowledge being handed over
  • Rapport between informers and receivers

Characteristics of Knowledge Transfer

The speed with which the transfer of knowledge takes place is also important since it has to reach the recipient at the correct time and within acceptable cost. Knowledge received late and at an extra cost will not bring any benefit to the organization. It seems that the speed of the knowledge transfer will depend on the tacit nature of the knowledge. The tacit nature of the knowledge is fundamentally dependant upon two factors:

  • First of all, the knowledge has to be codifiable.
  • Secondly, it should be teachable.

If these are possible, the transfer of knowledge will take place speedily.

It is also seen that the communication and the frequency of discussions between knowledge source and recipient are important factors of knowledge transfer. In addition, the type of knowledge transferred is also significant. The knowledge can be related to business, project or technology. The recipient has to be capable enough in the respective field to have the knowledge successfully imparted.

Knowledge Stickiness

Consider an instance of building a new system. Knowledge transfer can be visualised as consisting of a source which can be a system user and a receiver who is the system builder. The difficulty faced in the process of knowledge transfer is called knowledge stickiness. A methodical and concentrated inspection of the aspects which result in stickiness while systems are built, will be useful to handle the issues that come up as a result of shortage of needed knowledge transfer among the user and the builder. The level of stickiness during the knowledge transfer process depends on the following factors:

  • The character of knowledge
  • The features of sources and receivers
  • The character of the association grown between sources and receivers

While knowledge transfer is taking place, the above three aspects, scheme together for triggering stickiness. It is important to handle stickiness carefully to enhance the process of knowledge transfer.

Hersey Blanchard Model

According to this model, the leader has to match the leadership style according to the readiness of subordinates which moves in stage and has a cycle. Therefore, this theory is also known as the life-cycle theory of leadership.

The theory, developed by Paul Hersey and Kenneth Blanchard, is based on the ’readiness’ level of the people the leader is attempting to influence. Readiness is the extent to which followers have the ability and willingness to accomplish a specific task. Ability is the knowledge, experience, and skill that an individual possesses to do the job and is called job readiness. Willingness is the motivation and commitment required to accomplish a given task. The style of leadership depends on the level of readiness of the followers.

Materi Kuliah Psikologi Kerja [MPP434]

Asosiasi Ergonomik Internasional mendefenisikan ergonomi (human factors) sebagai disiplin ilmiah yang fokus pada pemahaman tentang interaksi antara manusia dengan elemen2 lain dalam satu sistem, dan merupakan profesi yang menerapkan teori, prinsip, data, dan metode mendesain untuk mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan kinerja sistem keseluruhan.